2. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Klasifikasi Ikan Lele Dumbo
Menurut Sanin (1984) dan Simanjuntak (1989) dalam Rustidja (1997) klasifikasi ikan lele dumbo adalah sebagai brikut:
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub Class : Teleostei
Ordo : Ostariophysoidei
Sub Ordo : Siluroidea
Family : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
2. 2 Morfologi dan Biologi Ikan Lele Dumbo
Menurut Najiyati (1992), dalam Rustidja (1997) bentuk luar ikan lele dumbo yaitu memanjang, bentuk kepala pipih dan tidak bersisik. Mempunyai sungut yang memenjang yang terletak di seitar kepala sebagai alat peraba ikan. Mempunyai alat olfactory yang terletak berdekatan dengan sungut hidung . Penglihatannya kurang berfungsi dengan baik. Ikan lele dumbo mempuyai 5 sirip yaitu sirip ekor, sirip punggung, sirip dada, dan sirip dubur. Pada sirip dada jari-jarinya mengeras yang berfungsi sebagai patil, tetapi pada lele dumbo lemah dan tidak beracun. Insang berukuran kecil, sehingga kesulitan jika bernafas. Selain brnafas dengan insang juga mempunyai alat pernafasan tambahan (arborencent) yang terletak padainsang bagian atas.
Sebagaimna halnya ikan dari jenis lele, lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Mulut lele dumbo relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat peraba. Saat berfungsi sebagai alat peraba saat bargerak atau mencari makan (Khairuman, 2005).
Menurut Puspowardoyo (2003), memiliki patil tidak tajam dan giginya tumpul. Sungut lele dumbo relatif panjang dan tampak labih kuat dari pada lele lokal. Kulit dadanya terletak bercak-bercak kelabu seperti jamur kullit manusia (panu). Kepala dan punggungnya gelap kehitam-hitaman atau kecoklat-coklatan. Lele dumbo memiliki sifat tenang dan tidak mudah berontak saat disentuh atau dipegang. Penampilannya kalem dan tidak banyak bergerak. Lele dumbo suka meloncat bila tidak merasa aman.
Pada lele, menurut Najiyati (1992), alat pernapaasan tambahan terletak di bagian kepala. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Mulutnya terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu 1 pasang sungut hidung, 1 pasang sungut maksilan (berfungsi sebagai tentakel), dan dua pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang.
2. 3 Habitat dan Pentebaran Lele Dumbo
Lele dumbo mudah beradaptasi dengan lingkungan yang tergenang air. Bila sudah dewasa, lele dumbo dapat beradaptasi pula pada lingkungan perairan yang mengalir. Parameter kualitas air yang disukai oleh lele dumbo adalah brsuhu sedang (22–25 0C), keasaman (pH) normal (6,5-7,5) kandungan oksigen cukup (<3>
Menurut Najiyati (1992), lele dumbo termasuk ikan air tawar yang menyukai genangan air yang tidak tenang. Di sungai-sungai, ikan ini lebih banyak dijumpai di tempat-tempat yang aliran airnya tidak terlalu deras. Kondisi yang ideal bagi hidup lele dumbo adalah air yang mempunyai pH 6,5-9 dan bersuhu 24–26 0C. Kandungan O2 yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung dalam jaringan tubuhnya. Sebaliknya penurunan kandungan O2 secara tiba-tiba, dapat menyebabkan kematiannya.
2. 4 Ciri-ciri Ikan Lele Jantan Yang Matang Gonad
Ciri-ciri ikan lele jantan yang matang gonad adalah proporsi kepala jantan lebih kecil di banding dengan betina, warna kulit dada jantan lebih kusam di banding betina, kelamin jantan menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dengan warna kemerahan, gerakan induk jantan lebih lincah di banding ikan lele betina, seta kulit jantan yang lebih halus di banding betina, serta pada jantan akan muncul bintik-bintik kecil di sekitar sirip dorsal (Anonymous, 2007).
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2003), induk lele dumbo jantan yang telah matang kelamin memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Umur 8 – 24 bulan
- Tidak cacat fisik (tubuh)
- Postur tubuh ideal (berat dan panjang badan seimbang)
- Alat kelamin berwarna merah, memanjang dan membengkak.
2. 5 Ciri-ciri Induk Lele Betina Yang Matang Gonad
Ciri-ciri betina matang gonad adalah kepalanya lebih besar di banding induk lele jantan, warna kulit dada cerah, kelamin berbentk oval atau bulat dengan warna kemerahan, lubangnya agak lebar, letaknya di belakang anus, gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak gembung dan lunak bila di urut dari bagian perut ke arah ekor indukan betina akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan berupa sel ovum (Anonymous, 2007).
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2003), induk lele betina yang telah matang kelamin memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- umur 1 – 2 tahun
- Tidak cacat fisik
- Perut menggembung dan lembek
- Alat kelamin merah dan membesar.
2. 6 Pengertian Gynogenesis Mitosis
Gynogenesis mitosis yaitu teur normal yang dibuahi (fertilisasi) dengan spermmatozoa irradiasi, sehingga jumlah kromosom dalam telur tetap 2n (diploid) dan dibiarkan terjadinya peloncatan polar body II. Setelah terjadi peloncatan polar body II baru dilakukan kejutan (shocking) pada telur hasil daro gynogenesis mitosis adalah ikan ”Diploid Gynogegetic Mitotic Homozygote” (Rustidja, 2002).
Gynogensis adalah suatu gynogenesis diploid yang diperoleh dari perpindaha pembuahan sel pertama pada sebuah sel telur yang di aktifkan oleh sebuah setrizoon (Beaumont and Hoare, 2003).
2. 7 Keunggulan Teknik Gynogenesis Mitosis
Menurut Rustidja (2002), bahwa program gynogenesis ini jauh lebih efisien bila dibandingkan dengan program seleksi (metode culling) dalam menghasilkan individu-individu yang homozygot dan dapat memproduksi populasi yang breed-true sangat lama di peroleh, sedangkan untuk gynogenesis hanya dieperlukan 2-3 generasi saja.
Nilai yang lebih penting dari gynogenesis adalah menghasilkan inbred yang kuat, dan berpotensial untuk menyediakandasar (menjadi dasar) bagi inbred lines hanya pada satu generasi. Jika memungkinkan pada metode fynogenesis mitosis setelah mencapai kedewasaan dan memproduksi telur,dari telur ini dapat di beri perlakuan untuk memproduksi gunogenesis mitosis, lalu keturunannya akan memiliki sifat genetik yang yang identik satu sama lain (Beaumont and Hoare, 2003).
2. 8 Kelemahan Teknik Gynogenesis Mitosis
Dalam Rustidja (2002) dijelaskan bahwa, walaupun sudah sering dilaksanakan, tetapi metode gynogenesis ini memiliki beberapa kelemahan yang mana hal ini juga tergantung pada spisies ikan yang digunakan, antara lain :
- Viabilitas (viability) rendah, tapi Stanley (1976) dalam Purdom (1983) mengatakan, bahwa gynogenesis grass carp (Ctenophraryngodon idella) mempunyai viabilitas yang tinggi.
- Survival rendah pada carp, cyprynidis lain dan loaches, plaice dan rainbow trout (Salmo gairnen) (Goovinskala 1968 dalam Purdom 1983).
- Terdapatnya individu dengan morfologi aberant dan rendahnya vitality (Komen, 1990 dalam Rustidja, 1995)
- Morfologi yang peclarities (intersex, body deformation) lebih jarang tejadi pada ikan Heterozygot Gynogenesis dibandingkan dengan Homozygot Gynogenesis (Komen, 1990 dalam Rustidja, 1995).
Karunasagar, et.al. (1999), juga menjelaskan bahwa individu hasil Gynogenesis mitosis memiliki tingkat kematian yang tinggi.
2. 9 Metode Yang Umum Digunakan
Kejutan (shocking) pada telur dapat dilakukan dengan perlakuan fisik seperti suhu (dingin/cold atau hangat/warm) dan tekanan hidrostatik (hidrostatik presure) maupun kimia (bahan-bahan kimia) seperti alkohol 96 % dan Chytoclasin B. Tetapi saat ini pada umumnya digunakan suhu hangat sektar 40 0C (ikan air tawar) dan tekanan hidrostatic (ikan air laut) (Rustidja, 2002).
Diploidisasi merupakan rangkaian kegiatan gynogenesis untuk menghasilkan individu diploid gynogenesis. Duplikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara menahan pembentukan polar body II pada saat meiosis II. Pelepasan polar body II di cegah dengan cara diberikan kejutan panas. Sehingga terbentuk nukleus yang diploid kejutan panas ini umum dilakukan dengan cara merendam telur-telur yang telah dibuahi ke dalam air panas dengan temperatur tertentu (Murtidjo, 2001).
2. 10 Tahap-tahap Pembentukan Embrio
Menurut Chumaidi dan Priyadi (2007), perkembangan embrio sebagai berikut :
Dalam Rustidja (2002), pada gynogenesis mitosis perkembangan embrio kromosomnya sebagai berikut :
2. 11 Aplikasi di Dunia Perikanan
Yamazaki (1983) dalam Rustidja (2002), menyatakan bahwa gynogenesis Artificial pada spesies ikan dengan bahwa homogamety (ww) akan memproduksi benih semua betina, sedangkan betina heterogamety (zw) akan menghasilkan 1 : 1 yaitu zz (jantan) dan ww (betina).
Dengan menggunakan metode gynogenesis diharapkan ikan Mas strain Punten mempunyai sifat homosigositas pada keturunannya. Gynogenesis adalah suatu cara pemurnian untuk menghasilkan sifat homozygot dengan cepat, karena nukleus, sperma yang masuk ke dalam telur dalam keadaan tidak aktif. Perlakuan gynogenesis ini dilaksanakan di Balai Benih Ikan (BBI) Punten, Batu, Malang dan laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNIBRAW yang telah diujikan pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Strain Punten.
3. METODOLOGI
3. 1 Skema Kerja
3. 1. 1 Radiasi Sperma Ikan Lele Jantan
- dibedah
- diambil gonad
- dicacah diatas mangkuk
- diencerkan dengan Na-fis (1:9)
- diletakan di watch glass sebanyak 1 ml
- dimasukkan di kotak UV
- diaduk dengan stearer
- disinari UV
- ditunggu sampai 5 menit
- dibuat preparat
- diamati mortalitas
Hasil +
3. 1. 2 Shocking Gynogenesis mitosis
- dicampur dengan sperma diradiasi
- ditambah air
- didiamkan 29 menit
- diberi kejutan panas dengan suhu 40 0C
- diletakan dalam saringan
- diletakan dalam inkubator
- diamati tiap 30 menit selama 2 jam
Hasil +
3. 2 Alat dan Bahan
3. 2. 1 Alat dan Fungsinya
- Mikroskop : untuk mengamati mortalitas dan perkembangan telur
- Obyek glass : sebagai tempat preparat yang diamati
- Saringan : sebagai tempat telur yang telah ditebar
- Pipet tetes : untuk mengambil sperma dan telur
- Sectio set : untuk membedah ikan Lele
- Serbet : sebagai alat bantu memegang ikan Lele
- Mangkuk : sebagai tempat gonad setelah ikan dibedah dan
tempat telur
- Gunting : untuk memecah gonad
- Watch glass : sebagai tempat sperma yang dicampur Na-fis (1:9)
- Stearer : sebagai alat pengaduk campuran sperma dan Na-fis
di dalam kotak UV
- Kotak UV : sebagai tempat untuk meradiasi sperma
- Cawan Petri : sebagai tempat telur sebelum dicampur sperma yang
diradiasi
- Kamera digital : untuk mengambil gambar tahapan perkembangan
embrio telur yang diamati pada mikroskop
- Hot Plate : sebagai pemanas yang ada dalam kotak UV
- Jarum jahit : untuk menjahit perut ikan Lele setelah dibedah
- Heater : sebagai pemanas air yang digunakan dalam kejutan
suhu
- Lampu UV : untuk meradiasi sperma
- Lampu neon : sebagai pemberi sinar dan penyeimbang suhu dalam
bak inkubator
- Aquarium : sebagai tempat untuk heat shock dengan suhu air
40 0C
- Thermometer : untuk mengukur suhu air
- Gelas ukur : sebagai tempat pengenceran sperma
- Bak inkubator : sebagai tempat inkubasi telur yang diamati
perkembangan embrionya
3. 2. 2 Bahan dan Fungsi
- Na-fis : sebagai pengencer sperma
- Sperma ikan Lele : sebagai obyek pengamatan
- Telur ikan Lele : sebagai obyek pengamatan
- Tisu : untuk membersihkan alat
- Ikan Lele Dumbo : sebagai ikan yang diambil telur dan spermanya
( Clarias gariepinus )
- Air : sebagai media tempat telur berkembang dan sebagai
pengencer campuran sperma dengan telur
- Minyak cengkeh : untuk membius ikan Lele sebelum dibedah
- Es batu : sebagai pendingin saat sperma diletakkan di kotak
UV
- Ovaprim : untuk mempercepat kematangan gonad
- Pomate : sebagai antibiotik
- Benang senar : untuk menjahit perut ikan yang telah dibedah yang
diambil gonadnya
4. DATA HASIL PENGAMATAN
4. 1 Pengamatan Gynogenesis Mitosis
4. 1. 1 Pengamatan Hari Pertama (Sabtu, 24 Mei 2008)
Waktu Pengamatan | Gambar Pengamatan Embrio | Keterangan |
Pukul 12.45 WIB | | Telur terbuahi, kuning telur bergranula. |
Pukul 13.15 WIB | | Terjadi pembelahan telur, tingkat 2 sel, pembelahan pertama. |
Pukul 13.45 WIB | | Pembelahan sel inti telur terlihat terjadi pembelahan tingkat 4 sel. |
Pukul 14.15 WIB | | Terjadi pembelahan ke kempat, tetapi juga terlihat banyak sel kecil, hal ini juga bisa di sebut masuk fase morula. |
4. 1. 2 Pengamatan Hari ke Dua (Minggu, 25 Mei 2008).
Waktu Pengamatan | Gambar Pengamatan Embrio | Keterangan |
Pukul 10.00 WIB | | Terjadi fase blastula, di mama inti telur mulai tertutupi. |
Pukul 10.30 WIB | | Terjadi fase gastrula awal. |
Pukul 11.00 WIB | | Terjadi fase gastrula akhir. |
Pukul 11.30 WIB | | Terjadi fase neurula. |
- PEMBAHASAN
5. 1 Analisa Prosedur
5. 1. 1 Radiasi Sperma
Pada proses radiasi sperma, yang pertama dilakukan adalah menyiapkan air terlebih dulu ke dalam bak, kemudian diambil ikan lele jantan yang telah matang gonad. Selanjutnya ikan tersebut dibius menggunakan minyak cengkeh sebanyak 1ml dan dibiarkan sampai benar-benar pingsan, dilakukan hal ini agar mudah dalam mengambil gonad ikan. Setelah itu dibedah dengan sectio set untuk mengambil gonad dari tubuh ikan lele dan perut ikan di jahit kembali. Kemudian gonad ikan di cacah dalam mangkuk. Setelah itu sperma dimasukkan ke dalam glass ukur dan diencerkan dengan Na-fis dengan perbandingan (1:9), tujuannya sebagai pengencer serta sebagai pemberi nutrisi bagi sperma. Selanjutnya diletakkan di watch glass sebanyak 1 ml agar sperma terkumpul menjadi satu dan kemudian dimasukkan ke dalam kotak UV dengan jarak 20 cm dari sinar UV yang tujuannya untuk merusak kromosom dan di aduk dengan stearer dan disinari UV, kemudian di tunggu hingga 5 menit, ketetapan waktu ini didapatkan dari perhitungan perkuraan 40% dari yang hidup dengan tujuan merusak kromosom. Setelah sperma dan Na-fis tersebut diradiasi dibuat preparat kemudian diamati mortalitasnya dengan mikroskop dan diamati hasilnya.
5. 1. 2 Shocking Gynogenesis Mitosis
Untuk melakukan shocking gynomitosis yang dilakukan pertama yaitu disiapkan ikan betina matang gonad dan dilakukan stripping untuk diambil telurnya, dengan cara perut ikan betina matang gonad tersebut diurut sampai keluar telurnya dan ditaruh dalam mangkuk. Sel telur diambil sedikit dan diletakkan pada cawan. Kemudian dicampur dengan sperma radiasi.selanjutnya ditambahkan air sambil digoyang-goyangkan agar sel telur tidak lengket dalam cawan. Setelah itu didiamkan selama 29 menit. Kemudian percampuran telur percampuran telur dan sperma tersebut diberi kejutan panas dengan suhu 40 0C selama 1 menit untuk mencegah terjadinya peloncatan polar body II supaya kromosom tetap 2n (diploid) selanjutnya telur tersebut ditebar dalam saringan pada bak inkubator yang telah diberi air yang diaerasi, tujuannya adalah agar telur tidak mati. Kemudian diamati tiap 30 menit selama 2 jam, denga cara mengamati telur menggunakan mikroskop untuk mengamati perkembangannya, kemudian difoto sel telur untuk diamati perkembangannya.
5. 2 Analisa Hasil
Pada perlakuan gynomitosis setelah diamati pada pengamatan hari pertama sabtu 24 mei 2008 pukul 12.45 WIB telah terjadi telur terbuahi dan kuning telur bergranula, pada pukul 13.15 WIB terjadi pembelahan pertama, yaitu pembelahan tingkat 2 sel. Kemudian pada pukul 13.45 WIB telah terjadi pembelahan inti telur tinkat 4 sel yaitu pembelahan kedua, selanjutnya disusul pengamatan pukul 14.15 WIB di mana telah terjadi fase pembelahan ke kempat, tetapi juga terlihat banyak sel kecil, hal ini juga bisa disebut masuk fase morula. Pada pengamatan hari kedua minggu 25 mei 2008 untuk pengamatan pukul 10.00 WIB terjadi fase blastula, dimana inti telur mulai tertutupi, kemudian pada pukul 10.30 WIB terjadi fase gastrula awal, pada pengamatan pukul 11.00 WIB telah terjadi fase gastrula akhir, kemudian pengamatan pukul 11.30 WIB dimana telah terjadi fase neurula.
Hal ini sesuai dengan Chumaidi dan Priyadi (2007), dimana perkembangan-perkembangan tersebut sama dengan perkembangan yang tertera pada gambar berikut yaitu fase perkembangan embrio telur ikan hasil pembuahan buatan hingga menetas :
Perkembangan telur pada pengamatan yang telah dilakukan, berkembang sampai proses perkembangan embrio sampai fase neurula saja saat pukul 11.30 WIB dan selanjutnya tampak diamati telur mati berwarna putih, kematian ini mencapai 90%. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh jamur dan bakteri. Menurut Rustidja (2004), bahwa telur-telur yang busuk merupakan media yang baik untuk jamur khususnya Caprolegnia. Kematian juga dapat disebabkan oleh penurunan suhu yang tidak sesuai dengan suhu untuk penetasan telur, dan suhu ini sangatlah rendah, sehingga tidak dapat mentolerir suhu tersebut dan tidak dapat menetas. Menurut Murtidjo (2001), telur-telur ikan lele akan menetas pada temperatur 25o C – 30o C.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2007. Lele (Clarias Gariepinus). www.google.com. Diakses tanggal
20 mei 2008 pukul 19.10 WIB.
Mudjiman, A. 1994. Budidaya Ikan Lele. Agromedia. Jakarta.
Murtidjo, 2001. Beberapa Metode Pembenihan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta.
Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Puspowardoyo, H. dan Djarijah, A. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Lele Dumbo Hemat Air. Kanisius Yogyakarta.
Rustidja. 2004. Pembenihan Ikan-Ikan Tropis. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar